Monday, April 1, 2013

Story


THE PARFUME

Namanya Ferry. Anak Teknik Sipil semester enam. Tinggi, putih, rambutnya ikal sedikit melewati bahu, dan sangat keren. Nilai plusnya bertambah saat aku tahu kalau dio adalah anak tunggal dari keluarga bonafide.Waduh! Siapapun yang menjadi pacarnya, pasti ga nyesel deh. Termasukkah aku?

Entahlah. Waktu Ade menyebutkan satu persatu cowok yang kost di rumahnya, salah satunya yang boleh dipacarin karena masih berstatus jomblo, yah...si Ferry ini. Makanya, diem-diem aku mulai memperhatikan tuh anak, walau dari jauh. Sayangnya...yah, sayangnya, dia kuliah di teknik,sementara aku di perbankan. Kampusnya asli berlawanan arah dan saling bertolak belakang. Jadi satu-satunya jalan untuk mengamatinya adalah saat aku dan dia sedang berada di rumah.

Ohya, aku juga adalah anak kost di rumah Ade, sahabatku.Ade ini adalah cucu si pemilik kos-kosan. Jadi bisa kamu bayangkan deh anak kos cewek sendirian plus dikeliling beberapa anak kos cowok...huhuuuyy...

"Hai!" tiba-tiba aku mendengar sebuah suara menyapaku saat aku baru saja pulang kuliah. Aku menoleh. Ternyata dia! Si Ferry! Hadduh! Pucuk dicinta, ulampun tiba, pikirku. Orang yang sudah dua hari ini ingin kukenal, ternyata muncul dengan sendirinya di tepat di depan mataku.

"Hai..." jawabku sedikit malu.

"Kamu Linda, kan?" tanya cowoK yang berdiri menjulang di hadapanku. Hadeh! Niyh anak tingginya seberapa, ya? Aku saja yang sudah 165 cm, masih se dagunya! Tapi keren, kok. Apa lagi aku suka sama cowok yang tinggi melebihiku.

"Iya." jawabku singkat.

"Hm, boleh kenalan dong? Aku Ferry." cowok itu melangkah mendekatiku dan mengulurkan tangannya. Aku menyeringai senang. Saat itu, aku sempat melihat senyum sekilas Ferry yang sangat keren. Wajahnya, bila dilihat dari dekat juga sangat tampan. Dengan rambut yang sedikit kemerahan, tak pelak lagi banyak yang akan berpikir kalau cowok itu mungkin sedikit keturunan bule. Apalagi ditambah dengan hidungnya yang mancung. Pokoknya keren, deh! Hmm...aku selalu suka sama cowok-cowok keren...hehehe.

Namun saat perkenalan itulah aku merasakan ada yang aneh pada cowok itu. Dan ketika Ferry mengulurkan tangannya, keanehan itu semakin jelas terasa.

Hari terus berlalu, dan Ferry semakin sering mendekatiku. Dari pura-pura nanya jam, lalu minjem gunting kuku, sampai menjemputku kuliah dengan motornya yang keluaran terbaru. Aku sih mau menjawabnya saat dia bertanya jam, atau aku masih mau meminjamkannya apapun barang-barangku, termasuk gunting kuku. Namun untuk dibonceng naik motornya, aku masih ragu. Sebab, aku masih melihat adanya keanehan tersebut. Bahkan ketika Ferry mulai mencoba mendatangiku saat malam minggu dan mengajakku keluar, aku dengan pelan dan amat terpaksa menolaknya. Hadeh!

"Lin, kenapa sih loe selalu menolak ajakan Ferry? Kurang apa tuh anak di mata loe? Ganteng, tajir, anak tunggal, dan kayanya demen lagi ama loe!" gerutu Ade suatu hari, sesaat setelah aku menolak ajakan Ferry untuk jalan ke Mall.

"Hm, biar deh, De! Gue...masih mau kuliah dulu!" jawabku sok cool. Ade manyun mendengarnya.

"Hallaahh...gaya loe! Belajar aja ga pernah!"

Aku terkekeh.

"Lin, kenapa sih? Lo ga suka ya sama dia?" tanya Ade setelah vacuum lima menit.

"Ntahlah, ga demen aja."

"Ya, tapi pasti ada alsannya dong napa loe ga demen ma cowok sekeren Ferry."

Aku menatap Ade lekat, "Yah,oke deh. Gue mu jujur aje ame loe, De. Sebenernya...ada yang aneh sama dia. Dan itu bener-bener mengganggu. Makanya gue terpaksa selalu menolaknya."

"Aneh? Aneh apaan?"

"Aneh, deh!"

"Iya,anehnya gimana? Apa dia berekor? Hm...kalopun dia berekor, kok loe bisa tau? Loe ngintip dia mandi ya?"

"Hadeehhh!!" aku menjitak kepala sobatku itu sampe bonyok.

"Jadi apaan dong? Ciyuus, gue penasaran!"

Aku menelan ludah, bingung apa harus mengatakannya atau tidak. Namun jikapun aku memutuskan untuk tidak menjawab, Ade pasti akan semakin mendesakku dan menggangguku. Aku tahu banged sifatnya yang tidak pernah puas tersebut.

"Lin? Woi!"

"Okey deh! tapi loe jangan bilang-bilang pada siapapun ya? Takut kenapa-napa, soalnya." pesanku sungguh-sungguh.

"Iya deh. Janji gue!"

"Sebenernya Ferry itu..." aku mendekatkan mulutku ketelinga Ade dan membisikkan sesuatu kepadanya.

"Hah? Astaga!" seru Ade dengan mata melebar. "Kenapa gue ga menyadarinya sejak dulu ya? Hm...yah,mungkin karena gue ga pernah dekat dengannya ya?"

"Ya gitu deh!"

"Lin, gini aja. Gue ada jalan keluarnya."

"Ohya? apa?"

"Gini, kalo ntar dia ngajak lo keluar lagi, lo..." Ade membalasku dengan membisikkan jawabannya ke telingaku. Aku menyeingai.

"Paham?"

"Engga."

"Jadi napa lo nyengir?"

"Geli, tau!" jawabku ngakak.

"Hadeh! Ciyus, lo?"

"Iya! Bisikin lagi dong!"

Akhirnya Ade kembali membisikkan kata-katanya yang kusambut dengan angguk-angguk kepala.

Dan seperti yang telah di duga, sabtu sore, pulang kuliah, Ferry sudah pasang senyum mempesonanya sambil menyandar di dinding. Gayanya sungguh cool dan sebenernya aku sangat menyukainya. Kalau saja....

"Hai, Lin!" sapa Ferry tersenyum.

"Hai, Fer."

"Baru pulang kuliah?"

"Iya."

"Hm...ntar malem, ada acara, ga?"

"Engga."

"Great! Nonton,yuk? Breakin Down 2 loh."

"Wow! Keren!" sorakku cepat.

"Jadi...gimana? Mau?"

"Boleh."

Ferry terkejut. Setelah hampir dua bulan aku menolak ajakannya, tentu saja tuh cowok langsung kaget mendengar jawabanku yang ringan tanpa ragu. Untung ga meninggal di tempat...:P

"Bener, Lin, kamu mau nonton bareng aku??"

"Iya, bener kok."

"Asyek! Oke, aku tunggu jam 7 disini ya?"

"Iya. Aku masuk dulu ya."

"Lin! Sampai jumpa jam 7, ya?" terdengar Ferry berteriak sambil lari ke kamarnya. Aku mengangguk dan tersenyum. Lalu setelah semua ritual menjelang malem minggu kulakukan - mandi, cukur bulu, dan pake baju cantik -, akhirnya aku keluar, dan kulihat Ferry sudah menungguku dengan sangat...sangat tampan...

"Hai, Lin! cantik banged, deh!" sapa Ferry begitu aku melangkah ke depannya.

"Makasih." jawabku menyeringai.

"Siap?" tanyanya kemudian.

Aku mengangguk. "Tapi tunggu dulu, Fer. Ada sesuatu yang mesti aku lakukan."

"Apa?"

"Ini!" Aku, yang sedari tadi menyembunyikan sebotol parfume di belakang punggungku, dengan cepat menyemprotkannya ke Ferry. Lalu tiba-tiba kulihat Ferry terkejut dan melompat mundur.

"Lin! Apa yang kau lakukan?" tanyanya panik.

"Hm...aku cuma menyemprotkan parfume ke kamu, kok. Memangnya kenapa?"

Ferry langsung membuka kemejanya, "Aku gak suka pake parfume, Lin! Aku bener-bener ga suka wewangian apapun!" teriak Ferry. Lalu cowok itu segera berlari ke kamarnya sambil mengedumal. Akupun kembali dengan ke kamar dan mendapatkan Ade yang menungguku penasaran.

"Gimana, Lin?"

"Hadeh! Ternyata dia ga suka pake parfume! Pantes aja bau! Gue paling ga demen cowo bau asem kaya dia, De. Biarin dia kaya atau tajir, kalo bau...teparrr..."

Ade tertawa ngakak. Jadi sebenernya, itulah keanehan Ferry. Dia cowo keren yang bau! Dan pantes saja masih jomblo! Cewek mana coba yang mau sama cowok asem?..hahahah..

"Yaudah, Lin. Dear, aja. Dia juga keren abis. Rambutnya gondrong. Jago maen gitar, lagi." tawar Ade langsung.

"Maksud loe Dedy Armin?"

"Iya!"

"Oggaah!"

"Napa?"

"Giginya berantakan!" jawabku sambil nendang-nendang ember. Ade kembali tertawa ngakak ampe guling-guling di lantai. Dan pada akhirnya, beginilah aku, masih tetap menjomblo. Keren sih, anggota senat di kampus, dan pinter. Tetapi ... tetep aja jomblo. Dan itu memang menNGENESkan, sodara-sodara...

-=TAMAT =- 

No comments:

Post a Comment